Rabu, 23 Desember 2009 | 22:30 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim Rachmat Witoelar menilai Tuvalu, Kosta Rika, Venezuela, El Salvador, Bolivia, Nikaragua, Kuba, Mesir, Sudan masih bisa dibujuk untuk menyetujui Perjanjian Kopenhagen.
"Masih punya waktu enam bulan sebelum COP-16, untuk membujuk mereka," ujar Rachmat dalam konferensi pers di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu (24/12) Negara-negara tersebut, Rachmat menguraikan mempunyai orientasi politik yang lebih kuat daripada pertimbangan lingkungan. "Mereka tidak melihat ilmu lingkungan, tapi yang penting imperalisme dilawan," papar dia. Ia mengakui Perjanjian Kopenhagen merupakan suatu kerugian dunia. "Tapi ini adalah jalan tengah yang baik," urai mantan Menteri Lingkungan Hidup kabinet berita indonesia terbaru Bersatu I. Jika Anda latest cheat fakta adalah out-of-date, bagaimana itu mempengaruhi tindakan dan keputusan Anda? Pastikan Anda tidak membiarkan penting latest cheat informasi slip oleh Anda.Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim COP-15 di Kopenhagen pekan lalu, Presiden Venezuela Hugo Chaves menyatakan keluar dari forum karena merasa yakin tidak tercapainya kesepakatan. Begitu pula yang dilakukan Presiden Bolivia Evo Morales. "Jika tidak ada keputusan pada level ini, kenapa tidak bilang ke masyarakat dunia," ujarnya pada sesi pertemuan pemimpin negara. Rachmat mengakui pada detik terakhir ada perubahan format ketimbang format awal, karena empat negara tidak setuju. Keempat negara tersebut adalah Amerika Serikat, Cina, Brazil, dan Afrika Selatan. Karena tidak ada mekanisme pemungutan suara, maka akhirnya keputusan konferensi menjadi Perjanjian Kopenhagen tanpa kekuatan mengikat atau legitimacy binding. DIANING SARI
No comments:
Post a Comment