Sabtu, 02 Januari informasi beasiswa gratis 2010 | 21:18 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Di bawah rintik hujan, sekitar 100 orang berpayung melintasi Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi Jakarta Pusat. Mereka datang untuk memperignati kepergian presiden RI ke 4 Abdur Rahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur.
Malam ini, Sabtu (2/1), di sebelah kiri patung Sukarno-Hatta didirikian panggung berukuran 5x3 meter. Di bagian depan panggung, berdiri sebuah lilin merah setinggi 1 meter berukir naga. Di sisi kiri ada sebuah rangkaian bunga dan lukisan Gus Dur yang dibingkai warna emas. Dalam lukisan itu Gus Dur tampak mengenakan sarung, kemeja batik hijau kuning, dan kopiah hitam. Digambar itu Gus Dur sedang tertawa. Sedangkan di bagian belakang panggung, terpampang kain bergabar wajah Gus Dur dan tulisan "Sejuta Lilin Duka Lintas Iman Untuk Gus Dur". Tulisan itu memang mewakili orang yang datang, mereka berasal dari berbagai etnis dan agama. Misalnya biksu Sumanglo yang datang dari Batam, biksu itu menganggap Gus Dur adalah negarawan sejati. "Beliau tokoh pemersatu tradisi, suku dan agama sehingga dapat hidup berdampingan menjadi satu," ujarnya. Malam peringatan ini tidak hanya dihadiri oleh warga negara indonesia saja. Dua turis, Amy dari Australian dan James dari Italia, juga tampak terlihat di depan panggung peringatan. Amy mengatakan mereka mengenal Gus Dur sebagai mantan presiden RI. "Saat kami berlibur di sini, kami dengar Gus Dur meninggal dunia," kata Emy yang berkata dalam bahasa Ingris. James melanjutkan, mereka mengetahui acara peringatan itu dari seorang teman. "Dan kami ingin belajar lebih banyak mengenai Gus Dur," ujar James. Acara yang dimulai sekitar pukul 19.30 ini diawali dengan lantunan sholawat. Lalu diikuti oleh penyampaian kesan-kesan dari sahabat Gus Dur. Salah satunya dalah Romo Benny yang menceritakan lelucon dari Gus Dur. "Orang yang kreatif itu adalah orang Konghucu, karena kalau orang Islam Tuhan-nya tuli, dipanggil pakai adzan yang suaranya kencang dan teriak-teriak, sedangkan orang Konghucu kreatif Tuhan-nya diojok-ojok pakai alat yang panas (hio) sehingga rejeki cepat turun," katanya menceritakan gurauan Gus Dur. Saya percaya bahwa apa yang telah Anda baca sejauh ini informatif. Bagian berikut ini harus pergi jauh ke arah membereskan segala ketidakpastian yang mungkin tetap.
Pengacara kawakan yang juga sahabat Gus Dur, Todung Mulya Lubis, mengatakan tidak perlu membicarakan gelar pahlawan bagi Gus Dur. "Karena Gus Dur akan selalu jadi pahlawan di hati kita," ujarnya. Hal serupa juga dikatakan oleh Direktur IRCP, Johan Efendi. Dia Setuju bila Gus Dur mendapat gelar pahlawan. "Tapi Gus Dur pernah bilang ke saya, dia ingin tulisan di atas pusarannya tertulis "Dikubur seorang humanis," bukan pahlawan," ujarnya. Dalam peringatan itu anak terakhir Gus Dur, Inayah juga tampak hadir dalam balutan pakaian hitam. Inayah mengatakan bahwa gelar pahlawan Gus Dur hanya formal saja. "Tanpa gelar, saya yakin Bapak adalah pahlwan bagi banyak orang," katanya. Menjelang pukul 20.30 penyayi, Franky Sahilatua menyanyikan lagu, "Oh Gus Dur Sayang, guru ku. Oh Gus Dur Sayang, pahlawanku," yang diikuti oleh seluruh orang yang hadir. Setelah itu Inayah menyampaikan terima kasih kepada seluruh rakyat
berita indonesia terbaru yang ikut melepas kepergian Gus Dur. "Kepedulian teman-teman malam ini dan seluruh rakya
berita indonesia terbaru beberapa hari ini menujukan hasil perjungan Gus Dur mempersatukan bangsa Indonesia," ujarnya sambil menahan tangis. Setelah itu Inayah menyalakan sebatan lilin putih yang diikuti oleh ratusan orang yang hadir. Rangkaian acara ditutup dengan doa oleh semua pemukan agama dan kepercayaan yang hadir dalam acara malam itu.
Cornila Desyana 
